Minggu, 25 Agustus 2024

Musnahnya Keanekaragaman Serangga, Lonceng Kematian bagi Peradaban Manusia?

Serangga capung yang hinggap di dekat rumah (gambar pribadi)

“Memangnya kunang-kunang itu serangga apa mbak? Tadi dapat pelajaran tentang kunang-kunang dari Bu Rahma, tapi aku kok gak pernah lihat ya. Memang bisa menyala kah?”

Pertanyaan sederhana dari adik, mengenai keberadaan serangga kunang-kunang memang menarik. Pasalnya, generasi Z yang notabene lahir di tahun 2007 tersebut hanya bisa menemukan keberadaan kunang-kunang melalui buku Biologi kelas X. Bukan melihatnya langsung.

Masih bisa dengan mudahkah kita menemukan kunang-kunang? Semenjak 20 tahun berlalu, serangga dengan nama ilmiah Lampyridae ini sudah jarang bisa ditemui, terlebih di wilayah perkotaan yang sudah berubah menjadi zona penuh manusia dan gedung-gedung tinggi. Pembukaan lahan dan hutan telah menggusur keberadaan mereka.

Si serangga “kuku orang mati” ini merupakan bagian dari ekosistem. Keberadaannya bermanfaat bagi penyerbukan, sama seperti halnya lebah. Berkurangnya jumlah kunang-kunang dari peradaban, memberikan gambaran sederhana bahwa keanekaragaman serangga yang bumi ini miliki telah memudar. 

Padahal, serangga merupakan hewan yang bermanfaat bagi manusia. Mereka adalah tetangga terbaik yang kerap disepelekan, tak pernah julid pada urusan manusia, namun mampu menjadi mesin penggerak kehidupan melalui aktivitas sebagi penyerbuk, pengurai, insinyur tanah hingga predator bagi serangga lain. 

Dalam penelitian yang berjudul “Keanekaragaman Serangga pohon di Ekosistem Pantai Kaca Kacu, Pulau Aceh, Kabupaten Aceh Besar” menyatakan bahwa ada 950.000 jenis serangga di dunia ini, atau sekitar 52,5% yang telah terindentifikasi dan dideskripsikan. 

Meski jumlah mereka masih banyak, namun kehidupan mereka terancam oleh banyak faktor. Salah satunya manusia. Manusia adalah predator tertinggi dalam rantai makanan. Seringkali aktivitas manusia mematikan habitat serangga. 

Pada aktivitas pertanian misalnya, demi mematikan serangga yang bersifat parasit, manusia menggunakan pestisida. Efeknya, bukan hanya serangga bersifat hama yang mati, tetapi juga serangga-serangga lain yang punya manfaat baik bagi tanaman. 

Keanekaragaman Serangga dan Manfaatnya bagi Bumi

“Agar kehidupan lainnya dapat terus berkembang – atau bahkan tetap eksis – umat manusia harus melestarikan sebanyak mungkin keanekaragaman hayati yang tersisa”. (Edward Osborne Wilson – Ahli Biologi dan Entomologi dari Amerika Serikat). 

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati beragam, termasuk serangga. Meski demikian, makhluk-makhluk mungil tersebut jauh dari perhatian untuk dilestarikan. Padahal, tanpa kehadiran serangga, lonceng kepunahan organisme dimulai, termasuk manusia. 

Serangga memiliki manfaat bagi kehidupan, diantaranya untuk penyerbukan, sumber makanan, sumber obat-obatan, pengendali hama hingga objek penelitian. Tanpa adanya serangga seperti lebah, tawon, kupu-kupu hingga kumbang, tak ada penyerbukan bunga. Otomatis, buah, bijian-bijian, tanaman rumput dan pepohonan tak bisa tumbuh. 

Bayangkan, ada berapa organisme di bumi ini yang bergantung pada bijian-bijian, buah, rumput-rumputan dan pohon. Jika penyerbukan oleh serangga tak terjadi, tak ada sumber makanan bagi herbivora. Tanpa adanya herbivora, makhluk pemakan daging seperti harimau, singa, hyena, komodo tak bisa hidup, begitupun dengan manusia sebagai omnivora. 

Dalam tulisan berjudul “Dunia Tanpa Serangga” yang ditulis oleh Jason Cryan mengatakan dunia tanpa serangga berarti lebih sedikit makanan untuk dimakan, lebih sedikit produk untuk digunakan, dan penurunan besar dalam penemuan ilmiah dan medis.

Apakah lonceng-lonceng kematian akan segera terdengar dalam waktu cepat? Bisa jadi. Seandainya manusia tetap abai terhadap eksistensi keanekaragam hayati, dengan melakukan deforestasi, membuang limbah berat, dan merusak alam melalui penggunaan pestisida hingga zat beracun lainnya.

Bagaimana Menghidupkan Keanekaragaman Serangga? 

Kunang-kunang mulai berkurang eksistensinya karena rumah mereka berupa hutan, ladang hingga sawah mulai diberangus oleh manusia. Cara satu-satunya bagi mereka untuk hadir kembali adalah menyediakan habitat yang memadai. 

Ketika berkunjung ke sebuah desa di Sleman, Yogyakarta, penulis menemukan hal menarik sepanjang persawahan yang menghampar. Di antara tanaman padi, terlihat tanaman bunga dengan warna yang beragam. 

Menurut salah satu petani yang penulis tanyai, bunga-bunga itu digunakan sebagai refugia atau membasmi hama alami serta rumah bagi banyak serangga agar bisa melakukan penyerbukan. 

Menurut Dinas Pertanian dan Pangan Yogyakarta, Refugia adalah berbagai jenis tumbuhan yang menyediakan musuh alami seperti predator dan parasitoid bagi hama tanaman. Parasitoid sendiri merupakan serangga kecil yang berperan sebagai agen pengendali hayati dalam ekosistem. 

Parasitoid hidup dengan memakan nektar dari bunga. Semakin banyak tanaman refugia, maka semakin besar pula kesempatan bagi serangga parasitoid hidup. Ada beberapa jenis tanaman refugia yang biasa petani tanam di galangan sawah seperti bunga matahari, kenikir dan bunga kertas (zinnia).

Dalam membantu petani, parasitoid akan menempelkan telur-telur pada serangga wereng. Telur-telur parasitoid mampu mencegah telur wereng untuk menetas, hal inilah yang kemudian mengurangi jumlah hama wereng. 

Dari penerapan refugia, bisa dilihat bahwa demi menghidupkan serangga di wilayah persawahan, maka manusia harus menciptakan rumah berupa bunga-bunga. Begitu pula dengan keanekaragaman hayati yang lain, bila manusia ingin melestarikan, maka perlu menjaga hutan, danau, laut sebagai tempat mereka hidup. Konservasi keakekaragaman hayati menjadi jawaban atas semua itu.

Kerusakan habitat, memberi dampak besar pada
 keanekaragaman hayati, termasuk serangga

Kembali pada keanekaragaman serangga. Kedepannya, manusia harus lebih peduli pada lingkungan dan habitat hewan-hewan kecil tersebut. Meski kumbang, belalang, kupu-kupu, lebah seolah tak berguna, tapi sebenarnya hewan avertebrata tersebut memiliki pengaruh besar bagi ekosistem. 

Bisa dikatakan mereka adalah bagian utama dari rantai makanan. Serangga adalah tetangga yang tak pernah julid. Mereka adalah tetangga yang harus kita jaga. Sebab, bila mereka hilang dari muka bumi, maka lonceng-lonceng kematian manusia akan berdenting dengan kerasnya.

Referensi : 

  • Siregar. Anna Sari, Darma Bakti dan Fatimah Zahara. Keanekaragaman Jenis Serangga Di Berbagai Tipe Lahan Sawah. 2014. Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, USU, Medan.
  • Yumaida Yumaida, Yuni Syara, Yurnita Yurnita, Yutria Iqwanda. Keanekaragaman Serangga pohon di Ekosistem Pantai Kaca Kacu, Pulau Aceh, Kabupaten Aceh Besar. 2020. Program Studi Pendidikan Biologi FTK UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
  • https://dkpp.klaten.go.id/pentingnya-refugia-di-pinggir-
  • lahanhttps://dkpp.klaten.go.id/pentingnya-refugia-di-pinggir-lahan
  • https://pertanian.jogjakota.go.id/detail/index/12893#:~:text=Refugia%20adalah%20berbagai%20jenis%20tumbuhan,Tanaman%20(OPT)%20secara%20alamihttps://pertanian.jogjakota.go.id/detail/index/12893#:~:text=Refugia%20adalah%20berbagai%20jenis%20tumbuhan,Tanaman%20(OPT)%20secara%20alami
  • https://www.mongabay.co.id/2018/05/05/tanaman-ini-penjaga-sawah-dari-hama-murah-dan-ramah-lingkungan/
  • https://www.egonzehnder.com/insight/edward-o-wilson-on-the-importance-of-diversity
  • https://nhmu.utah.edu/articles/2023/08/a-world-without-bugs

2 komentar:

  1. Serangga ternyata sepenting itu ya bagi kehidupan. Harus mulai peduli pada keanekaragaman hayati ya kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali, keanekaragaman hayati harus jadi perhatian masyarakat supaya bencana iklim juga bisa teratasi. Terima kasih sudah mampir ke artikel ini kak

      Hapus

Mohon tidak memberikan komentar dengan link hidup karena akan langsung dihapus dan ditandai spam