Lebaran Gak Pakai Baju Shimmer-Shimmer? Gak Masalah Kok, Pede Aja!

Saya dan adik-adik saya saat lebaran kemaren 

Tren pakaian lebaran ala Naramutiara  - Gimana dengan perayaan Idulfitri kamu beberapa hari lalu, apakah ditemani baju shimmer-shimmer yang lagi nge-tren itu?

Membeli baju untuk perayaan memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Bila tahun lalu tren pakaian berwarna sage tengah marak, tahun ini tren baju shimmer mem-booming. 

Awalnya, saya pikir hanya di media sosial saja baju shimmer ini unjuk gigi. Ternyata di tempat saya, di Pekalongan juga demikian. 

Beberapa toko fashion dan aksesoris menyediakan beragam pakaian Shimmer mulai dari tunik, gamis hingga kerudungnya. Harganya pun variatif dari Rp 70-an hingga ratusan ribu. 

Lantas, apakah saya mengikuti tren lebaran berpakaian Shimmer-Shimmer? 

Ternyata tidak Marimar! Tahun ini, tren baju lebaran yang saya anut masih tetap sama. Saya melakukan mix and match dengan pakaian tahun-tahun sebelumnya. 

Baju Lebaran Gak Harus Baru

Setelah dewasa dan memahami bahwa baju merupakan salah satu penyumbang kerusakan lingkungan, saya jadi gak terlalu heboh beli baju baru tiap lebaran. 

Menurut saya, terasa eman sekali bila tiap tahun membeli tapi gak dipakai lagi. Memang, berbeda ketika zaman bocil. Punya baju baru tiap tahun rasanya bahagia bukan main. 

Namun, semakin kesini, semakin malas untuk membeli baju baru hanya mengikuti tren. Memang, itu gak salah. Lha wong kebahagiaan orang beda-beda. 

Tahun ini, saya hanya bersilaturahmi ke beberapa tempat, misal tetangga dekat dan kerabat, sehingga tak memerlukan baju yang terlalu wah apalagi Shimmer-Shimmer. 

Saya (paling depan) tengah berfoto bersama saudara 

Saya hanya memadukan kemeja warna abu-abu kesukaan saya, rok panjang dengan kerudung warna coklat hasil beli online. Sopan, nyaman dan adem adalah poin utama baju ala saya. 

Nah, soal baju baru, beberapa kali, ibu bertanya alasan tak belinya, padahal lagi tren di sana-sini. Tentu alasan saya jelas, masih ada baju yang lama. Baju lebaran gak harus baru kok. Manfaatkan baju yang berjubel di lemari. 

Alasan Tak Tertarik Pakaian Shimmer-Shimmer

Tahun lalu, ketika warna sage tengah booming, saya sebenarnya ingin ikutan. Sebab, warna sage merupakan warna yang menarik, saya belum punya sampai sekarang. 

Tapi jujurly, tren baju Shimmer-Shimmer kurang saya sukai. Bagi saya, itu sangat mencolok. Apalagi cuaca di Kota Pekalongan sendiri sangat panas. 

Kain dengan bahan model shimmer akan membuat badan lebih terasa panas, meski gak semua baju shimmer panas. Ada jenis tertentu seperti silk yang adem di kulit. 

BTW, saya pernah pengalaman ke kondangan pakai baju shimmer. Waktu itu memang belum tren, tapi adik saya punya. Nah, karena saya merasa gak memiliki baju yang pas, akhirnya meminjam ke adik. 

Ternyata, bahan yang dibeli adik cukup panas sehingga ketika saya datang ke kondangan, rasanya kurang nyaman. Tubuh jadi terasa mandi keringat. 

Saat pulang ke rumah, aroma asam tercium cukup kuat. Sejak saat itu, saya lebih memilih pakaian dari kain katun saja. 

Menyoal pakaian shimmer kala lebaran, bayangkan aja, seandainya saya berkeliling dari satu rumah ke rumah lainnya tanpa ada kipas angin atau AC, badan pasti terasa gerah. 

Duh, rasanya tak ingin mengulang atmosfer yang sama saat kondangan dulu. 

Gak Ikut Tren Baju Lebaran, Bagus untuk Lingkungan? 

Menurut analisis dari Business Insider, produksi pakaian menyumbang 10 persen dari total emisi karbon global. Industri pakaian juga memerlukan sumber air dalam jumlah besar sekaligus mencemari sungai. 

Di sisi lain, 85 persen dari semua produk tekstil yang tidak terpakai dibuang ke tempat pembuangan setiap tahunnya.

Pernah kan kalian menemukan limbah-limbah pakaian dibuang begitu saja ke TPA atau disalurkan ke korban-korban bencana? 

Bila dilihat, kadang bisa kita temukan bahwa pakaian yang disumbangkan itu tak layak pakai alias sudah menjadi limbah.

Limbah pakaian yang begitu banyak (Sumber : Waste 4 Change)

Bayangkan bila setiap rumah selalu update pakaian setiap waktu, padahal pakaian-pakaian di rumah masih layak pakai, maka ada sejumlah pakaian tertumpuk di lemari. 

Itu masih satu orang, belum juga dalam 1 keluarga ada lebih dari 2 orang, pasti jumlah pakaian juga banyak.

Seandainya sebagian pakaian itu sudah tak digunakan, entah karena ketinggalan zaman atau rusak, berapa jumlah sampah pakaian yang dibuang? Pastinya banyak.

Dengan demikian, menjadi orang yang tidak mengikuti tren baju lebaran karena menganggap pakaiannya masih layak pakai itu keren. Tinggal mix and match saja bisa kok!