Senja di alun-alun Kota Pekalongan |
Aku mengenal Temanggung sebagai kota yang dingin. Setiap kali mudik ketika kuliah, Temanggung selalu jadi kota yang dilewati oleh travel yang kunaiki.
Mobil travel itu berhenti pada sebuah restoran dengan desain tradisional. Di bagian samping resto, terdapat sebuah kamar kecil dengan pemandangan jendela ke sungai. Cantik.
Penasaran dengan pemandangan itu, aku segera menuju ke halaman resto. Di sana, tanaman bunga tumbuh subur dan indah. Air dari sungai dialirkan ke selang dan mengucur dengan bebasnya.
Ketika kusentuh air itu. Wow, rasanya dingin seperti es. Yup, bener-bener seperti es teh yang biasa kamu minum saat panas itu. Semenjak melihat pemandangan itu. Aku jadi terpikir ingin memiliki tempat tinggal di Temanggung.
Aku membayangkan, tinggal di sebuah desa dengan jumlah rumah 10-15 dengan jarak agak berjauhan. Di halaman rumahku punya tanah yang luas dan subur.
Ingin membuat pertanian hidroponik sendiri yang memanfaatkan lahan di halaman rumah. Lalu, aku menanam berbagai sayur organik seperti sawi putih, cabai-cabaian, caisin, tomat, terung, kangkung.
Pemandangan persawahan di desa (gambar : Pixabay/Ery_digital) |
Ngomongin soal kolam ikan, aku pernah menemukan rumah makan saat ada acara di Semarang waktu SMA. Rumah makannya asri dan deket kolam ikan. Ikan lele, nila, dan mujaer tersedia semuanya.
Lalu, salah satu karyawan terlihat mengambil ikan hidup dari ember dan mulai mengolahnya. Masakan bakar di sana cukup fresh. Melihat usaha tersebut plus lingkungan rumah makannya, aku jadi pengen punya usaha yang sama.
Jadi, dari hulu ke hilir produk makanan merupakan hasil dari lahan milik rumah. Selain warung makan, untuk usaha harian lainnya, aku ingin mempunyai toko sembako yang cukup besar yang berjarak 2 kilometer di pusat kota Temanggung.
Gambaran rumah impian yang dibuat menggunakan AI (sumber : twitter Bang Tani) |
"Tapi Ra, hidup di pedesaan gak seenak yang ada di bayanganmu lho? Aku hidup di desa dan tantangan fasilitas hingga 'pergibahan' sangat besar lho!"
Yup, benar sekali. Pada beberapa sharing, orang mengatakan bahwa masyarakat desa tak seramah yang kita kira. Dibalik ramahnya, bisa jadi tersimpan beragam rahasia. Haha.
Pun dengan fasilitas, untuk wilayah yang masih terpencil, tantangan memang soal fasilitas. Sat-set gak internetnya? Jalannya mulus gak? Dekat fasilitas publik gak? Semuanya memang perlu dipertimbangkan dan dicari solusinya.
***
Baiklah, itu dia catatan tipisku mengenai keinginan ketika senja atau usia tua. Untuk mencapai tahap itu kalau untuk saat ini masih terlalu jauh. Cuma, aku ingin menuliskan ini sebagai pengingat. Barangkali, suatu hari bisa terealisasi atas seizin-Nya.
Ini dilema sih mba 😄. Kalo cuma memimpikan, aku pastinya oengen hidup di desa yg sejuk, bersih, air jernih dan dingin, kayak Takengon di Aceh. Bisa bangun rumah di pinggir danau laut tawar. Suasananya kayak Swiss, boleh dicek di internet.
BalasHapusTapi itu impian.
Krn kalo dipikir lagi, aku tuh punya target ttp bisa traveling di saat pensiun. Yg artinya sebisa mungkin tinggal hrs di JKT, Krn HUB penerbangan masih di sini. Kalo di Aceh, mungkin aku bakal sulit, Krn hrs ke JKT dulu atau terbang ke bandara yg punya rute international.
Galau kan jadinya 🤣. Tapi ntahlaah.
Yg pasti kalo memang mutusin tinggal di luar JKT, aku hrs siap mengubur mimpi traveling sering kayak sekarang 😁