Ilustrasi pribadi |
Bulan Ramadhan merupakan momentum bahagia bagi umat muslim. Selain karena kualitas dan kuantitas ibadah yang berpotensi meningkat, bulan Ramadhan juga menawarkan menu-menu menggiurkan ketika berbuka maupun sahur.
Makanan-makanan lezat seperti kolak pisang, es buah, rendang, sop ayam, lodeh, oseng-oseng hingga menu lainnya jadi primadona di atas meja.
Gak heran kalau kita seringkali kalap saat berbuka puasa. Semua makanan dicoba, berharap memuaskan rasa lapar dan dahaga yang besar.
Aneka takjil yang dijual saat ramadhan (Dok.Pri) |
Well, meski kalap adalah tindakan manusiawi, namun pada kenyataannya itu juga memiliki sisi buruk bila dibiasakan. Kalap mengambil makanan rentan menghasilkan sampah makanan.
Lho kok bisa? Tau kan kalau lapar dan kalap, makanan apa aja yang disediakan bakalan dicoba. Padahal belum tentu bisa habis semuanya.
Baca juga : Membumikan Gaya Hidup "Zero Food Waste" dari Diri Sendiri? Yuk Gaskeuun!
Nah, kalau makan di rumah sih oke-oke aja bisa disantap lagi saat sahur. Tapi kalau buka bersama di resto atau hotel?
Disajikan dalam bentuk prasmanan atau bufet misalnya. Pasti bakal ditinggal begitu saja kalau masih ada sisa makanan.
Makanan yang disajikan secara prasmanan (Dok.Pri) |
Soalnya, mau dibawa ke rumah aka dibungkus, rasanya pasti malu. Akhirnya, makanan-makanan itu cuma mengendon di piring dan tak ada yang menyentuh lagi.
Kalau paham solusi mengolah sampah makanan menjadi lebih bermanfaat dan ramah lingkungan, itu sih bagus sih. Tapi kalau enggak? Berabe deh.
Sisa makanan itu bakal jadi sampah yang teronggok begitu saja ke TPA dan menimbulkan dampak yang cukup besar, baik bagi lingkungan maupun bumi secara keseluruhan. Mengapa demikian?
Yuk Ketahui Bahaya Sampah Makanan bagi Lingkungan dan Bumi
Senin, 21 Februari 2005 silam, sebuah ledakan menewaskan sekitar 157 orang. Ledakan tersebut bukan disebabkan oleh bom atau petasan, melainkan oleh sampah-sampah yang terakumulasi di TPA Leuwigajah.
Sampah-sampah yang menggunung itu menghasilkan gas metana yang apabila terkonsentrasi dengan api, akhirnya meledak. Kabarnya, ledakan TPA Leuwigajah menimbun setidaknya 2 desa.
“Ledakan metana terjadi jika adanya konsentrasi gas metana tertentu yang bercampur dengan udara dan adanya kontak sumber panas. Metana mudah meledak di udara saat konsentrasi berkisar 5% hingga 14%” (Coward dan Jones, 1952)
Ledakan tersebut kemudian memberi pelajaran pada banyak orang bahwa pengelolaan sampah berkelanjutan sangat dibutuhkan, terlebih Indonesia termasuk negara teratas penghasil sampah yang mana angka tertinggi justru sampah organik.
Komposisi sampah Indonesia berupa sampah organik (sisa makanan, kayu ranting daun) sebesar 57%, sampah plastik sebesar 16%, sampah kertas 10%, serta lainnya (logam, kain teksil, karet kulit, kaca) 17%.
Baca juga : Dari Sudut Kecil Kota Batik hingga Upaya BSI Kurangi Sampah Plastik
Perlu diketahui bahwa gas metana yang membuat TPA Leuwigajah meledak disebabkan oleh sampah-sampah organik, termasuk sampah makanan yang terbuang dari berbagai tempat.
Bisa kita perkirakan sendiri jumlah sampah makanan andaikata tiap rumah, restoran, hotel hingga pasar membuangnya ke TPA, maka ada potensi metana yang dihasilkan melalui sampah-sampah tersebut ketika membusuk.
Ilustrasi sampah makanan (Sumber : Pixabay) |
Perlu kita ketahui juga bahwa gas metana sendiri merupakan penyebab terjadinya global warming.
Menurut KLHK, gas seperti metana (CH4), karbondioksida (C02), nitrogen oksida (N20), dan gas-gas industri yang mengandung fluorhydrofluorocarbons (HFC), perfluorocarbons (PFC) dan sulfur hexafluoride (SF6) masuk sebagai GRK.
Semakin banyak mereka terkonsentrasi di udara, maka semakin besar pula efek domino yang bisa diakibatkan salah satunya perubahan iklim. Tahu kan bahwa saat ini perubahan iklim telah menjadi perhatian dunia karena efeknya sudah bisa dirasakan.
Ironisnya, melalui makanan yang kita konsumsi, ternyata secara tidak langsung menjadi penyebab perubahan iklim kian menjadi-jadi. No no no, tentunya problematika ini tak bisa terus dibiarkan.
Setiap orang perlu concern terhadap dampak food waste sehingga mampu menguranginya. Terlebih food waste menimbulkan,
- Kemubaziran
- Kerusakan lingkungan
- Perubahan iklim
Apa yang bisa kita lakukan untuk menghindari Food Waste?
Ada beragam cara yang bisa dilakukan tiap orang untuk mengurangi terbuangnya sampah-sampah makanan ke lingkungan. Nah, beberapa hal berikut bisa kita lakukan di rumah,
- Membeli bahan makanan secukupnya.
- Mengetahui cara menyimpan bahan makanan secara tepat
- Masak makanan sesuai kebutuhan anggota keluarga.
- Ambil makanan secukupnya.
- Habiskan makanan yang telah diambil.
- Manfaatkan sampah makanan menjadi pupuk.
- Berikan sampah makanan ke hewan ternak.
Sebenarnya, aktivitas-aktivitas di atas sangat sederhana dan mudah dilakukan. Hanya saja, memang membutuhkan ketelatenan sehingga terbiasa. Nah, beberapa waktu lalu, aku menemukan challenge menarik dari website Team Up For Impact yang berhubungan dengan lingkungan.
Kamu bisa pilih tantangan mencintai lingkungan ala TUFI |
Aku mencoba salah satu challenge-nya yakni mengonsumsi habis makanan berbuka yang ada di piringku. Yap, aku juga mengambil nasi dan lauk secukupnya agar tak ada sisa.
Saat memasak makanan pun, sisa dari sayur yang tak terpakai aku kumpulkan untuk kuberikan ke ayam-ayam yang kupelihara. Dengan begitu, tak ada sampah makanan yang tersisa.
Selain diberikan ke hewan, kita juga bisa membuang sampah makanan atau sampah organik ke tempat khusus yang kemudian dijadikan pupuk kompos. So, mencegah terjadinya food waste sebenarnya mudah bukan?
Kesimpulan
Bulan Ramadhan rentan menghasilkan sampah makanan karena biasanya, di bulan tersebut tiap orang memasak berbagai macam hidangan untuk keluarga.
Tak hanya itu, berbagai acara buka bersama juga menjadi potensi terjadinya food waste bila makanan yang kita konsumsi di restoran atau hotel tak dihabiskan.
Saat makan di hotel, aku mengambil makanan secukupnya (Dok.Pri) |
Dengan demikian, membiasakan perilaku menghargai makanan dari diri sendiri sangatlah penting. Tiga diantaranya adalah jangan mudah kalap, ambil makanan secukupnya dan habiskan makanan yang sudah terambil.
Jika perilaku tersebut bisa diterapkan oleh tiap orang, niscaya jumlah sampah makanan yang terbuang ke bumi akan berkurang, terlebih food waste rentan memunculkan berbagai problem.
So, tunggu apa lagi, yuk habiskan ramadanmu dengan ambil secukupnya dan habiskan makanan tanpa sisa. Love your food love your earth!
Apalagi kalau cari takjil di luar harus bisa ngerem agar gak ada sisa yang terbuang
BalasHapusIni niih yg lagi aku tekanin banget ke anak2 dan suami, utk ga buang2 makanan. Suami ku itu katering udah Bbrp bulan ini. Tapi dia sering ga suka Ama rasanya. Lah kalo gitu stop aja. Tapi ditawarin stop ga mau. Makanya kadang makanan jadi banyak kebuang. Terkadang pas katering datang, drpd ga dimakan aku LGS kasih ke tetangga mba, mereka suka. Tapi kan ga bisa tiap hari 🤣. Sebel makanya.
BalasHapusMau ditanam , tapi umah kami ga ada halaman. Waktu itu pernah nonton Drakor yg mana ada mesin pengolah limbah makanan untuk rumah tangga. Pengen BANGETTTT punya aku. Tapi nyari2 di sini blm ada yg buat rumah tangga.
Kebiasaan saat mau berbuka memang maunya semua di meja di makan tapi apa daya, kadang perutnya ngak sanggup makan semua. Memang harus eling dan hanya beli atau masak yg akan dimakan. Sayang banget kalau makanan terbuang disaat banyak orang lain yg kesulitan menghidangkan makanan di meja.
BalasHapusSeru banget challengenya jd pengen ikutan deh. Wah iya nih Ramadan gini kadang banyak makanan atau bahan makanan kebuang. Makanya sebaiknya belanja secukupnya. Trus kalau buka puasa di luar misalnya AYCE gtu juga ambil makanan secukupnya jangan berlebihan, apalagi perut kan masih adaptasi baru buka biasanya ya.
BalasHapusSedih banget krn sampah makanan ini kalau makin banyak timbunannya bikin efek rumah kaca dan berdampak sekali pd iklim huhu.
Nah iya ya pada dasarnya sangat sederhana tuk menghindari sampah makananan ya tapi ya gitu sekali lagi ,sukaaaaaa sedih klo ada acara ,ada yg ambil makanan banyak banget dan nggak dihabiskan
BalasHapusSebelum berbuka puasa tuh memang kaya laper mata gitu ya...
BalasHapusSemua makanan ingin dibeli dan dimakan. Padahal sebenarnya, dengan puasa, badan terbiasa dengan makan dan minum secukupnya. Kalau terlalu kenyang, jadi gak nyaman.
Jadi pentingnya menahan nafsu untuk membeli makanan yang akhirnya berakhir di tong sampah, sedih banget, malah jadi limbah yang efek jangka panjangnya bagi bumi sangat destruktif.
memakan makanan dan membeli makan dengan secukupnya merupakan hal baik yang harus terus dilakukan agar tidak mubadzir dan membuang-buang makanan
BalasHapusRamadhan begini memang jadi tantangan bagi banyak orang untuk tak membuang2 makanan. ALhamdulillah saya selama Ramadhan saya tetap memasak atau membeli makanan sesuai kebutuhan saja, tidak berlebihan.
BalasHapusMaksudnya prasmanan padahal biar ambil secukupnya ya, bukan jadi buang² makanan. Hanya aja kalapnya ini nih yang perlu ditekan dan ubah. Yuk bisa yuk
BalasHapusDulu saya paling sebel kalau nenek marah hanya karena ambil makanan banyak tanpa dihabiskan. Semakin besar, saya sadar selain mubazir dibuang, sisa makanan yg dibuang ini justru jadi hal berbahaya bagi bumi
BalasHapusProgram foodwaste sangat cocok untuk pasangan yg hanya hodup berdua jg ka jadi tidak mubazir makanan ya
BalasHapus