Setelah pandemi ini muncul, tiap aktivitas di Indonesia mulai terhenti, termasuk aktivitas wisata. Tiap orang lebih banyak diarahkan untuk berada di dalam rumah demi menghindari penularan virus Covid-19. Ya, kurang lebih 8 bulan semua orang harus rela stay at home.
Sekitar akhir bulan september lalu, untuk pertama kalinya, alhamdulillah aku diberi kesempatan untuk mengunduh ilmu sekaligus traveling edukasi bersama Dinas Pariwisata Pekalongan, yakni belajar "Manajemen Homestay" di Hotel Dafam.
Pelatihan Manajemen Homestay bersama narasumber kompeten (Dok.Pri) |
Aku yang merupakan perwakilan peserta dari blogger diberi kesempatan belajar selama 2 hari bersama narasumber-narasumber kompeten. Mungkin bisa dilihat secara ringkas pada artikel yang mengulas tentang Homestay yang sebelumnya aku tulis.
Relate : Memilih Homestay sebagai Akomodasi Berwisata Pilihan Keluarga
Pada hari kedua, aku dan peserta lainnya diajak untuk mengunjungi Desa Wisata Samiran yang berlokasi di Kabupaten Boyolali. Samiran merupakan tempat yang berada di kaki Gunung Merapi. Jarak antara Pekalongan dan desa tersebut membutuhkan waktu sekitar 6 jam.
Kami berangkat menggunakan bus dari Pekalongan pada pukul 14.00 dan sampai ke lokasi yang dituju pukul 19.00 Wib. Ketika keluar dari bus dan berjalan ke lokasi homestay, tempat kami akan menginap, aku dan lainnya disambut oleh tarian bernama Soreng.
Tari Soreng untuk menyambut para tamu yang datang ke Samiran (Dok.Pri) |
Tarian Soreng merupakan kesenian asli masyarakat Jawa yang konon berasal dari cerita rakyat. Bersamaan dengan tampilnya tarian Soreng, kami juga disuguhi kuliner yang berasal dari hasil bumi masyarakat Samiran. Semangkuk nasi plus sayur Adas dan Daun Pucuk Labu . Tak lupa tersedia susu jahe hangat yang begitu nikmat di santap kala udara dingin.
Menikmati apa yang masyarakat Samiran sajikan terlihat sederhana memang. Tapi bagiku dan lainnya merupakan kenikmatan yang tiada tara karena Sang Tuan Rumah, Bu Dayang mampu mengajak kami terhanyut melalui cerita inspiratif beliau memgenai awal mula usaha homestay mulai digandrungi.
Mengenalkan usaha homestay kepada masyarakat tak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu perjuangan berdarah-darah karena awalnya sebagian masyarakat tak setuju. Mereka takut jika jasa homestay digalakkan, itu akan mengganggu ketentraman dusun.
Ya sebagai masyarakat desa wajar sih kalau merasa takut jika nantinya desa akan terganggu dengan kehadiran para wisatawan. Soalnya nih, tak semua orang mampu merawat sebuah tempat yang dijejaki ketika selesai berkunjung. katakanlah masalah sampah atau keamanan benda-benda.
Setelah Bu Dayang selaku ketua dari asosiasi homestay di Samiran bercerita banyak tentang homestay, kami dipersilahkan untuk beristirahat. Nantinya, ada panitia yang bakal membagi penginapan untuk kami. Aku dan Mba Noorma, sesama blogger Pekalongan mendapat homestay Mawar.
Homestay Mawar, tepat berada di depan pendopo tempat kami disambut tarian ketika datang. So, aku dan lainnya tak perlu jauh-jauh berjalan. Sekadar berbagi, udara disana dinginnya minta ampun. You know! Aku padahal sudah memakai jaket dan baju yang tebal, tapi rasa dingin masih saja menempel di tubuh.
Ketika memasuki homestay Mawar, kami disambut tuan rumah. Aku dan Mba Noorma memilih kamar dekat ruang tamu sehingga bisa langsung ke luar ketika pagi menjelang. Kamar di homestay Mawar menurutku cantik. Dindingnya dilukis sedemikian rupa sehingga berkesan ceria dan menyenangkan.
Tempat untuk tidur juga begitu nyaman, lengkap dengan selimut yang sangat tebal. By the way, meskipun selimut udah tebal, tapi rasa dinginnya itu lho. Tetep aja nempel. Aku disarankan mandi oleh Mba Noorma demi mengusir dingin, dan ternyata itu bekerja efektif.
Penghargaan Homestay Terbaik untuk Homestay Mawar (Dok.Pri) |
Menurutku, homestay mawar sudah luar biasa bagus dan nyaman untuk ditinggali. Hanya saja, ada beberapa perlengkapan yang menurutku masih kurang sehingga kami cukup kerepotan. Nah, ini notice buat siapapun yang mau membuat homestay.
- Pastikan ada kapstok untuk menggantungkan baju atau jaket wisatawan.
- Pastikan ada cermin, sebab wisatawan perempuan sangat membutuhkan.
- Pastikan tersedia lubang stop kontak lebih dari satu. Sebab, 1 kamar biasanya terdiri dari 2 orang bahkan lebih.
- Sediakan air hangat selalu bagi yang membutuhkan.
- Pintu harus memiliki kunci agar privasi tamu terjaga.
Baiklah, itu dia hal-hal penting yang harus ada di kamar homestay supaya tamu bisa nyaman. Jujur, di dalam homestay Mawar sangat menyenangkan, hanya saja, di dalam kamar tidak tersedia cermin, kapstok/paku, pintu bisa ditutup dan stop kontak cuma satu. Ini membuatku cukup kerepotan. Demi memghindari pintu terbuka, aku harus angkat-angkat meja untuk mengganjal.
So far, tak ada lagi masalah. Menyoal keramahan, jelas pemilik homestay begitu ramah menyambut kami. Mereka juga siap selalu menyediakan apa yang kami butuhkan, termasuk memanaskan air untuk kami. Oh iya, di homestay tak semua rumah memiliki hitter ya, jadi kalau mau mandi air hangat ya harus ngrebus dulu. So, kita kudu bersabar sedikit.
Aku dan Mba Noorma segera beristirahat beberapa waktu setelah mandi dan beres-beres. Kami menunggu waktu esok untuk jalan-jalan dan makan di area Pasar Tiban. Kamu tahu Pasar Tiban kan? Sebuah pasar dadakan yang diadakan pada waktu yang tak terduga. Biasanya ketika ada tamu di Samiran, masyarakat berinisiatif menjajakan produk melalui pasar Tiban.
Di Pasar Tiban, nantinya kami membayar menggunakan uang koin dari Bathok kelapa. Uang Koin tersebut sebelumnya ditukar dulu dengan rupiah yang kami miliki. Pengalaman, harga satu koin bathok kelapa dihargai Rp 2000,-. Kuliner yang dijual warga harganya sekitar 3 koin sampai 5 koin. Terjangkau ya?
Setelah sarapan dan membeli oleh-oleh di Pasar Tiban, sesuai jadwal, kami akan berkeliling ke Bukit Sanjaya, sebuah bukit buatan yang cukup instagramable. Beberapa wisatawan yang datang ke Samiran, pasti menyempatkan datang ke Bukit tersebut untuk berfoto dan melihat indahnya Samiran dari atas.
Menjelajah Bukit Sanjaya di Desa Samiran
Datang ke Samiran, gak afdol kalau gak main ke Bukit Sanjaya. Seperti yang kubilang sebelumnya, Bukit Sanjaya merupakan salah satu tempat instagramable di wilayah Selo. Ketika pagi menjelang dan melihat ke arah bukit tersebut, rasanya kaki ini gatal untuk segera naik.
Pagi itu, selepas sarapan di Pasar Tiban, kami serombongan dibebaskan untuk berjalan-jalan kemanapun, termasuk jika ada yang hendak menuju puncak Selo yang terdapat telaga sebagai perairan. Bagi yang tak kuat menanjak dengan berjalan kaki, bisa menggunakan fasilitas sepeda motor dengan harga Rp 30.000.
Bukit Sanjaya merupakan tempat yang dimiliki oleh Homestay Sanjaya. Aku kurang tahu sih, itu dibuat atas kerjasama investor, masyarakat dengan pemilik Homestay Sanjaya atau atas nama pribadi. Yang pasti, tempatnya begitu luas dengan konsep seperti di negara China sana. Banyak patung-patung khas negeri tirai bambu dan beberapa patung Budha.
Saat naik ke tangga, pengunjung akan menemukan berbagai spot-spot berfoto yang istimewa. Pemandangan ketika menerawang dari atas ke bawah juga luar biasa. Dibagian sisi-sisinya terlihat pegunungan yang menjulang tinggi dengan di kelilingi kebun sayur milik warga. Ada kebun Labu Siam, wortel, kubis, tembakau dan lain sebagainya.
Nah, spot paling istimewa yang dicari pengunjung adalah sebuah bangunan yang menyerupai gerbang khas Pulau Bali. Bila kita berfoto disana, seolah berada di Bali, padahal ya cuma di Boyolali. Kami yang kala itu baru pertama kali menemukan spot tersebut segera berebut untuk berfoto. Dijamin, bagi kalian yang udah pro motret, spot ini bakal terlihat estetik dan keren di kamera.
Yap, demikianlah cerita wisata aku bersama teman-teman pegiat wisata di Pekalongan. Melalui perjalanan edukasi sekaligus wisata kali itu, kami mendapat banyak sekali pengetahuan baru. Termasuk memahami istilah "Homestay" melalui bekal pengalaman datang secara langsung.
Satu hal, semoga setelah pandemi tertangani, wisata di Boyolali semakin ramai begitu pun dengan tempat wisata lainnya. Sebab, sektor wisata termasuk bagian penting yang mampu memajukan ekonomi Indonesia. Salam hangat.
Duuh..jadi kangen dengan suasana Desa Samiran nih..pengen staycation di sana lagi nih..
BalasHapuskangen masakan khasnya juga..hehe.. Yuk, kapan2 staycation bareng di sono..
HapusSeru banget ya liburan nginep di homestay di gunung merapi. Kangen trip bareng blogger
BalasHapusaduh, aku kangen banget suasana alam kayak gini. beneran udah lama banget gak ke gunung
BalasHapusTerima kasih atas ulasannya mba. Keren banget. Semoga dengan adanya homestay dan konektivitas wisata, ekonomi warga bisa semakin makmur, aamiin...
BalasHapusAduuhh asyik banget bisa berwisata ke sini. Semoga pandemi lekas usai biar bisa jalan2 lagi. Konsep homestay-nya keren yak. Bisa mendapatkan penghasilan bagi warga setempat. Konsep desa wisata ini harus digalalakkan demi mendukung perekonomian warga dan negara sih.
BalasHapusAjakin aku ka halan2 wisata kesini. Kangen banget wisata alam nih
BalasHapus