“Ukiran itu bukan barang mati, bukan kosong, tetapi jiwa semangat seorang pengukir terkandung di dalamnya” (Patris - Maramowe the Kamoro Carver)
Dialog antara Timo (Kiri) dan Patris (Kanan) dalam trailer film Maramowe (The Kamoro Carver). Sumber : Youtube Minor Pictures |
Begitulah sebuah kalimat yang muncul dalam dialog antara Timo (Benjamin Melam) dan Patris (Herman Kiripi) di Film pendek karya Alfan Ramadey berjudul Maramowe (The Kamoro Carver). Dalam film tersebut, Alfan berusaha untuk mencuatkan sisi keindahan Bumi Cendrawasih melalui jejak para pengukir asli Papua yang berada di Kabupaten Mimika, bernama Suku Kamoro.
Berdasarkan informasi dari Papua.go.id, saat ini jumlah suku asli Papua tercatat sebanyak 255 suku. Dari total keseluruhan, terdapat 7 suku yang bertetangga langsung dengan area Freeport, termasuk Suku Kamoro.
Mungkin tak banyak orang mengetahui tentang suku Kamoro dan berbagai sisi menarik mereka. Padahal, suku ini memiliki kontribusi dalam pelestarian seni ukir di Papua. Ya, merekalah pencipta kearifan lokal seperti Wemawe (patung orang), Yamate (perisai), Po (dayung), Paru (mangkuk sagu), Eme (gendang), dan Mbitoro (totem leluhur).
Sumber : Instagram PT Freeport Indonesia |
Nah disinilah tantangannya, tak semua generasi muda Kamoro memiliki keinginan melanjutkan skill mengukir. Apalagi dengan hadirnya arus modernisasi, membuat para Pemuda Kamoro memilih profesi yang lain.
Melihat permasalahan tersebut, banyak sekali pihak yang berkeinginan mengepalkan kembali kesadaran pemuda Papua terhadap seni ukiran. Termasuk Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe, sebuah lembaga yang didirikan oleh perempuan bernama Luluk Intarti atas dukungan penuh dari PT Freeport Indonesia, demi melestarikan budaya mengukir Suku Kamoro di Kabupaten Mimika, Papua.
Hadirnya Yayasan Maramowe bagi Suku Kamoro layaknya hujan di tanah yang kering. Ia memberikan secercah kehidupan melalui air yang membasahi. Suku Kamoro yang awalnya hanya membuat karya seni seadanya dan dijual dengan harga murah, kini telah berubah. Karya ukir mereka tak hanya lebih diapresiasi karena bentuknya yang indah tetapi juga telah dipamerkan di ajang budaya nasional bahkan internasional.
Yayasan Maramowe—yang saat ini diketuai oleh Herman Kiripi—tak hanya membekali masyarakat Kamoro ilmu mengukir saja, tapi juga cara memasarkan dan mengikutsertakan produk melalui berbagai pameran seni hingga memperkenalkan ke sekolah-sekolah. Yayasan Maramowe merupakan contoh nyata kontribusi Freeport untuk masyarakat Bumi Cendrawasih. Sebenarnya, masih banyak sumbangsih lainnya yang tak kalah luar biasa.
Pernahkah kamu mendengar tentang Noken? Noken merupakan tas rajutan atau anyaman multifungsi hasil kerajinan tangan masyarakat Papua. Seandainya kamu pernah melihat mamak-mamak Papua menggendong tas kulit kayu di kepala mereka, nah itulah tas bernama Noken. Noken sendiri merupakan kearifan lokal yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda.
Beginilah bentuk Noken, kerajinan khas Papua yang telah diakui oleh UNESCO |
“Apa yang pertama kali kamu bayangkan ketika mendengar tentang PT Freeport?”
Sumber gambar : Bisnis.com |
Pada tahun 2018, terjadi penandatanganan Sales Purchase Agreement (SPA), dimana 51% saham milik Freeport resmi dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Berita tersebut jelas membawa angin segar bagi tiap orang di negeri ini, terlebih mereka yang berada di wilayah Papua. Mengapa demikian? Sebab, itu berarti pemerintah pusat dan daerah memiliki cukup ruang untuk mengatur kebijakan, SDM dan pendapatan yang diperoleh PTFI, entah dalam bentuk pajak hingga hasil penjualan bahan tambang.
Bayangkan saja, selama kurun waktu 1992-2017, Freeport telah berkontribusi sebesar 94% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Mimika, sebesar 48% terhadap PDRB Provinsi Papua dan memberikan sumbangsih bagi negeri berupa PDB sebesar 0,6%. Belum lagi pendapatan dari pajak. Berdasarkan informasi dari kompas.com, tercatat, PFTI merupakan pembayar pajak terbesar dengan total 756 juta dollar AS pada tahun 2017.
Kabar baik dimilikinya saham Freeport sebesar 51% juga terkait dengan pengelolaan sumber daya manusia (SDM). Baik pemerintah pusat maupun daerah bisa memberi ruang lebih bagi rakyat Indonesia, terutama masyarakat Papua untuk berkarir melalui skill yang mereka miliki.
Apabila diakumulasi, tentu saja masih banyak kontribusi lainnya yang Freeport upayakan bagi pengembangan masyarakat di bumi Cendrawasih, terkhusus mereka yang tinggal dekat dengan lokasi pertambangan. Seperti yang kita tahu, ada 7 suku di lingkungan operasional Freeport yang memiliki kemampuan mencipta karya seni berupa ukiran, anyaman dan khasanah budaya yang lain.
Tak ingin khasanah budaya tersebut memudar tergerus zaman, Freeport berinisiatif mendukung komunitas pengrajin dengan menyumbang 1% dana dari total pendapatannya melalui Corporate Social Responsibility yakni 33 juta dollar AS pada tahun 2016 dan 44 juta dollar AS pada tahun 2017 (Ekonomi.kompas.com). Salah satunya disalurkan melalui Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe.
Telah banyak narasi positif yang PT Freeport Indonesia torehkan bagi negeri, terutama bagi kehidupan masyarakat Bumi Cendrawasih. Harapannya, perusahaan ini akan terus memberikan dedikasi yang mampu melejitkan nama Indonesia melalui aktivitas Mining for Life yang mulai diupayakan. Akhir kata, terima kasih Freeport. Teruslah merajut asa bagi Bumi Papua dan Indonesia. Salam dari Pekalongan!
Bayangkan saja, selama kurun waktu 1992-2017, Freeport telah berkontribusi sebesar 94% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Mimika, sebesar 48% terhadap PDRB Provinsi Papua dan memberikan sumbangsih bagi negeri berupa PDB sebesar 0,6%. Belum lagi pendapatan dari pajak. Berdasarkan informasi dari kompas.com, tercatat, PFTI merupakan pembayar pajak terbesar dengan total 756 juta dollar AS pada tahun 2017.
Freeport memberi ribuan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia (Sumber gambar : Instagram Freeport) |
Pameran Seni Kamoro, salah satu cara memperkenalkan budaya Papua ke masyarakat luas (Sumber gambar : Instagram Maramowe Foundation) |
Telah banyak narasi positif yang PT Freeport Indonesia torehkan bagi negeri, terutama bagi kehidupan masyarakat Bumi Cendrawasih. Harapannya, perusahaan ini akan terus memberikan dedikasi yang mampu melejitkan nama Indonesia melalui aktivitas Mining for Life yang mulai diupayakan. Akhir kata, terima kasih Freeport. Teruslah merajut asa bagi Bumi Papua dan Indonesia. Salam dari Pekalongan!
Artikel ini diikutsertakan dalam #NarasiDariPapua Blog Competition yang diselenggarakan oleh PT Freeport Indonesia.
Referensi :
- https://ptfi.co.id/id/facts-about-feeport-indonesia
- https://katadata.co.id/infografik/2017/03/06/berapa-kontribusi-freeport-bagi-indonesia
- https://ekonomi.kompas.com/read/2018/12/22/142513326/pembayar-pajak-terbesar-freeport-sumbang-penerimaan-negara-172-miliar-dollar
- https://mediaindonesia.com/read/detail/117910-sumbangsih-lima-dekade-bagi-indonesia
- https://bobo.grid.id/read/08677360/ukiran-maramowe-dari-kamoro
- https://www.papua.go.id/view-detail-page-254/Sekilas-Papua-.html
Aku di rumah punya noken lho... Kebetulan kami terbiasa bergaul dengan orang-orang Papua, baik yang ada di Jogja, maupun yang ditemui di mana pun. Semoga keberadaan Freeport bisa membawa masyarakat Papua menuju sejahtera ya.
BalasHapusBeli dimana Mba Wiwin? Soalnya aku kalau di Pekalongan gak pernah menemukan. Kalau di Jogja banyak ya?
HapusLucu tuh untuk oleh2, beli Noken :)
Freeport memang berkontribusi nyata buat masyarakat Papua. Saudaraku ada yang di Papua pernah kasih oleh-oleh tas Noken. Anaknya sekolah di Jawa. Mbak Nurul kalo mau bisa pesan lho... (he, he..malah iklan).
BalasHapusWah iyakah? Satu tas Noken itu dijual berapaan Mbak Yus. Pengen sih beli Noken untuk koleksi tas dirumah. Apalagi bisa dibawa untuk belanja tuh. Mlayan, hemat penggunaan plastik dengan Noken :D
HapusBicara Papua berarti mengembalikan ingatan pada masa lalu. Aku sedikit tahu tentang Papua dari seseorang yang bertahun-tahun hidup di sana. Termasuk suku dan distrik yang ada di sana. Berharap Papua masih akan selalu alami asri dan ganas biar tidak mudah untuk digasak sana sini. Btw noken itu satu barang yang punya cerita panjang untuk pejuangLDR
BalasHapusWah wah sepertinya Mbak Mini punya cerita tersendiri nih tentang Papua dan Noken?
HapusJadi pengen nonton filmnya juga nih. Btw, dengan saham 51% udah milik Indonesia, semoga bisa makin memberikan kesejahteraan untuk warga sekitarnya ya. Gimanapun jangan sampai lagi lah, aset bangsa malah dipegang bangsa lain.
BalasHapusHarapannya seperti itu Mba Inna, semoga saja semakin majunya Freeport memberi pula kemajuan bagi Indonesia, terkhusus Papua :)
HapusSemoga keberadaan freeport semakin memberi kontribusi kepada masyarakat papua. Filmnya menarik mb, jadi sedikit tahu tentang masyarakat papua.
BalasHapusSemoga saja Mba Sapti. Iya, aku juga kepo sama filmnya :D
HapusBila mendengar Freeport, aku kok jadi teringat ayah kawanku yg dulu kerja di sana... Hehehhe...
BalasHapusGimana gimana mbak? Apakah ada cerita yang bisa diceritakan hehehe
Hapusternyata perempuan pendiri yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe, proud of you Mba, btw cerita papua selalu menairk, suka dengan budayanya
BalasHapusAku pengen banget bisa ke Papua Mba, ngerasain suasana didasana seperti apa hehe
HapusAku dulu keliling Papua tapi tak sempat melihat freeport deuhhh mohon maaf saya siapa kwkwkkw
BalasHapuswkwkwk dikira Freeport tempat wisata apa mbak Ver hahaha
HapusPadahal tempat tambang hehe